Nama Guru : Muhammad Arief Rahman Hakim
Mata Pelajaran : PAI
Kelas : X IPA 1234
Kode KD : 3.8
Materi : Al-Qur'an Hadits dan Ijtihad
Tujuan Pembelajaran : agar peserta didik mengerti tentang sumber sumber hukum dalam Islam
SUMBER HUKUM ISLAM
Hukum, menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu pertauran atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan mempunyai konsekuensi logis yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Menurut ulama' fiqih, hukum adalah: akibat yang timbul atau kewajiban atau konsekuensi yang harus dijalani karena tuntutan syari'at agama (Al-Qur'an dan hadits) yang berupa; al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah dan al-mubahah. Sedangkan sumber hukum Islam adalah sesuatu yang menjadi dasar hukum, acuan atau pedoman dalam syariat Islam
Para fuqaha (ulama ahli fiqih) sepakat bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an dan hadits. Berdasarkan sabda Nabi Saw.;
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَةَ رَسُوْلِ اللهِ (رواه البخارى ومسلم )
Artinya: "Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila kamu berpegang teguh pada kedua perkara tersebut niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Kedua perkara tersebut ialah kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunah Rasulullah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan ijtihad merupakan suatu pendapat dari ulama yang berkompeten dalam hal itu untuk mendapatkan hukum dari suatu masalah hukum yang belum ada ketetapannya dengan mengambil sumber dari Al-Qur'an dan hadits.
§ Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur'an dari segi bahasa artinya adalah bacaan, sedangkan secara istilah al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril as., untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup, agar mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan bagi yang membacanya termasuk ibadah.
Al-Qur'an juga disebut Al-Furqan (pembeda), Adz-Dizkra (pengingat), Asy-Syifa' (obat), Al-Huda (petunjuk) dan Al-Bayan (penjelas)
§ Kedudukan dan Fungsi Al-Qur'an
Al-Qur'an mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting bagi umat Islam. Kedudukan dan fungsi Al-Qur'an itu adalah sebagai berikut;
o Sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama.
Sebagai sumber hukum, Al-Qur'an mempunyai tiga komponen dasar hukum, yaitu sebagai berikut;
§ Hukum yang berkaitan dengan aqidah atau keimanan, yaitu yang membicarakan tentang tauhid atau keesaan Allah SWT.
§ Hukum yang berkaitan dengan syariat, yaitu yang membicarakan aturan atau tatacara berhubungan secara lahiriyah dengan Allah SWT dan dengan manusia.
§ Hukum yang berkaitan dengan akhlak, yaitu berhubungan dengan perilaku manusia dan adab sopan santun dalam bergaul dengan sesame manusia.
Allah Swt senantiasa menjaga kemurnian, kebenaran dan kelestarian Al-Qur'an. Sebagai sumber hukum, dia akan tetap terjaga kebenaran tulisan, isi dan kandungannya, sehingga tidak diragukan lagi keautentikannya untuk digunakan sebagai dasar atau sandaran segala hokum yang ada di muka bumi. Sebagaimana berfirman Allah Swt:
Artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9)
o Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia dalam menjalani kehidupannya untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
Al-Qur'an kebenarannya tidak diragukan lagi, baik isi kandungannya, proses turunnya serta asal turunnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Quran adalah haq atau benar. Perhatikan firman Allah SWT berikut :
Artinya: "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa." (QS. Al-Baqarah: 2)
Setiap muslim wajib menggunakan Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam, jika tidak menggunakannya maka dianggap kafir. Berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya: "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah: 44)
o Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, Al-Qur'an mempunyai kandungan isi sebagai berikut:
§ Mengandung aqidah (keimanan) terhadap rukun iman yang enam.
§ Mengandung ibadah (hubungan dengan Allah atau hablumminallah)
§ Mengandung mu'amalah (hubungan antar sesama manusia)
§ Mengandung akhlaqul karimah (akhlak mulia)
§ Mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi.
o Sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah SWT berkenan memilih diantara para hambanya itu seorang rasul yang diberi wahyu kepadanya. Nabi Muhammad Saw. adalah salah satu dari hamba-Nya yang dipilih untuk mendapatkan wahyu Al-Qur'an tersebut. Segala ucapan dan kata-kata yang keluar dari mulut beliau merupakan sesuatu yang terbimbing dengan wahyu dari Allah SWT. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: "Dan tidaklah yang dia (Rasulullah) ucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4)
o Sebagai mu'jizat terbesar bagi Nabi Muhammad Saw.
Al-Qur'an merupakan mu'jizat Nabi Muhammad Saw yang terbesar.
§ Pengertian Hadits
Hadits secara bahasa yaitu hadatsa-yuhaditsu-haditsan yang artinya kabar atau sesuatu yang baru. Hadits menurut istilah yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan atau persetujuan yang bersumber dari nabi Muhammad saw. Termasuk juga dalam hadits yaitu himmah atau keinginan Nabi Saw. Hadits juga disebut sunnah. Dan Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an.
Hadits dilihat dari segi materinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu;
o Hadits qauliyah yaitu hadits atas dasar perkataan/ucapan nabi Muhammad Saw.
o Hadits fi'liyah yaitu hadits atas dasar perbuatan yang dilakukan nabi Muhammad Saw.
o Hadits taqririyah yaitu hadits atas dasar persetujuan nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang dilakukan para sahabatnya.
Adapun jika dilihat dari sedikit banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadits itu terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang dan memiliki banyak sanad) dan hadits ahad (diriwayatkan tidak banyak orang).
Para ulama membagi hadits dalam tiga tingkatan, yaitu;
1. Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw. dan tidak memiliki cacat (illat)
2. Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan tetapi kurang teliti, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw., tidak memiliki cacat (illat) dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpercaya.
3. Hadits Dhaif, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, dan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
Hadits Ahad dilihat dari jumlah perawinya terbagi menjadi tiga macam:
a. Hadits Mashur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan belum mencapai derajat mutawatir.
b. Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, walaupun perawi itu dalam satu tingkatan saja.
c. Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada tingkatan maupun sanad.
§ Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan fungsi hadits nabi Muhammad Saw. dalm hokum Islam diantaranya sebagai berikut;
o Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.
Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun dijelaskan dalm Al-Qur'an, kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut sebagai kaitan dengan hukum di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu bias berbentuk penjelasan atau penjabaran dan dalil hukumnya bias bersifat wajib, sunah atau bahkan haram. Sebagai sumber hukum Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam hadist juga wajib ditaati sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya". (QS. Al-Hasyr: 7)
o Sebagai penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang saling mendukung dan menguatkan. Sebagai contoh, larangan menyekutukan Allah SWT sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits nabi.
o Sebagai penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum dijelaskan dengan hadits Rasulullah Saw. misalnya, perintah shalat di dalam Al-Qur'an masih bersifat umum, belum ada penjelasan mengenai teknis dan sebagainya. Rasulullah Saw. melalui haditsnya menjelaskan tata cara melaksanakan dan hal-hal teknisnya, sehingga ummatnya tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut.
o Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an
Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh karena itu hadits berkedudukan dan berfungsi menetapkan hukum suatu hal atau perkara yang tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an. Sebagai contohnya, keharaman seorang laki-laki menikah dengan bibi istrinya secara bersamaan. Rasulullah bersabda, yang artinya: "dilarang mengumpulkan (mengawini bersama) seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ayahnya atau seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hal ini, Rasulullah Saw merupakan syari' atau berkapasitas sebagai pembuat hukum. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat An-Najm (53): 3-4.
· Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang artinya mencurahkan tenaga, bersungguh-sungguh. Menurut istilah, ijtihad artinya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu persoalan yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam al-Qur'an maupun hadits. Orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
· Syarat-syarat Berijtihad
Ijtihad bukan masalah yang mudah, karenanya seorang mujtahid harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai berikut;
1) Orang Islam, dewasa, sehat akalnya serta memiliki kecerdasan.
2) Memahami ulumul Qur'an dan ulumul hadits terutama yang berkaitan dengan masalah hukum-hukum, asbabun nuzul, nasikh mansukh, tarikh, musthalah hadits, asbabul wurud, matan hadits, tingkatan hadits dan kedudukan serta hal ikhwal perawinya.
3) Memahami bahasa Arab dengan segala kelengkapannya.
4) Memahami ilmu usulul fiqih (pokok-pokok fiqih)
5) Memahani masalah ijma' atau pendapat ulama' terdahulu
6) Hal yang diijtihadkan merupakan persoalan yang tidak ada dalil qath'inya dalam Al-Qur'an atau hadits.
· Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
Kedudukan dan fungsi ijtihad sebagai berikut;
§ Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits
§ Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan baru yang muncul dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadits
§ Ijtihad merupakan salah satu cara yang disyari'atkan untuk menyelesaikan permasalahan social dan kenegaraan dengan ajaran-ajaran Islam.
§ Ijtihad merupakan wadah untuk mencurahkan pikiran-pikiran kaum muslimin.
· Bentuk-bentuk Ijtihad
Ijtihad dibedakan menjadi beberapa bentuk
§ Ijmak yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah yang belum diterangkan dalam Al-Qur'an dan hadits.
§ Qiyas yaitu menyamakan permaslahan yang terjadi dengan masalah lain yang sudah ada hukumnya karena ada kesamaan sifat atau alasan.
Contoh: Hukum minuman keras diqiyaskan dengan khamar. Karena keduanya ada kesamaan sifat yaitu sama-sama memabukkan.
§ Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an dan hadits, yang didasarkan atas kepentingan/kemaslahatan umum.
§ Istishab yaitu meneruskan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain yang merubah kedudukan hukum tersebut.
§ Istidlal yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak disebutkan secara rinci dalam Al-Qur'an atau hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat.
§ Maslahah mursalah yaitu perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan maksud syara' dan hukumnya tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas.
Contoh: Peraturan lalu lintas.
§ Urf yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang, baik dalam ucapan ataupun perbuatan.
§ Zara'i yaitu perbuatan yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah atau menghilangkan madarat.
§ HUKUM TAKLIFI
Hukum taklifi adalah hukum yang menjelaskan tentang perintah, larangan, dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau meninggalkannya. Contoh hukum yang menunjukkan perintah, seperti mendirikan shalat, membayar zakat, berhaji ke Baitullah bagi yang mampu dan lain sebagainya.
Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…" (QS. Al-Baqarah: 110)
Hukum yang menunjukkan larangan, seperti memakan harta benda orang lain dengan cara batil. Firman Allah SWT.;
Artinya: "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil …" .(QS. Al-Baqarah: 188)
Hukum yang menunjukkan takhyir (pilihan), seperti makan, minum, tidur, bepergian dan juga ziarah kubur. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.;
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ ْالقُبُوْرِ فَزُوْرُهَا (رواه أحمد ومسلم وأصحاب الستن)
Artinya: "(dulu) aku melarang kalian untuk ziarah kubur. (tapi sekarang) pergilah kalian untuk berziarah kubur." (HR. Ahmad, Muslim dan Ashabus sittin)
Hukum tersebut berlaku bagi setiap muslim mukalaf, yaitu muslim yang sudah harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya. Hukum taklif, sebagaimana dalam ilmu fiqih dapat digolongkan menjadi 5 (lima), yaitu:
· Wajib/fardhu atau Al-Wujub (perintah yang harus dikerjakan) yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.
Dari segi pelaksanaannya wajib itu dibagi menjadi dua;
o Wajib 'ain (fardhu 'ain) yaitu perbutan yang harus dikerjakan setiap orang yang mukalaf. Seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan dan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua)
o Wajib kifayah (fardhu kifayah) yaitu perbuatan yang harus dilakukan oleh sekelompok muslim, apabila perbuatan itu sudah dilakukan oleh sebagian muslim maka sebagian yang lainnya tidak dikenai kewajibannya.
· Sunnah atau Al-Mandub (anjuran) yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak kerjakan tidak berdosa.
Sunnah ditinjau dari kekuatan anjurannya dibagi menjadi dua;
o Sunah muakadah yaitu perbuatan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu muslim, seperti shalat rawatib, shalat tarawih, shalat hari raya, dll.
o Sunah ghairu muakadah yaitu sunah biasa maksudnya perbuatan yang tidak begitu dianjurkan untuk dilakukan.
· Haram atau Al-Hurmah (larangan) yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat dosa, tetapi jika ditinggalkan mendapat pahala, seperti berzina, mencuri.
· Makruh atau Al-Karohah (sesuatu yang tidak disukai) yaitu perbuatan yang lebih baik ditinggalkan, jika tidak lakukan juga tidak berdosa.
Hukum makruh terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
o Makruh tahrim, yaitu larangan yang pasti yang didasarkan pada dalil dzanni (dalil yang masih mengandung keraguan).
o Makruh tanzih, yaitu suatu larangan syara', tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti karena tidak ada dalilnya. Menurut pendapat ahli fiqih pelaku makruh tidaklah tercela, sedangkan orang yang meninggalkannya adalah terpuji.
· Mubah atau Al-Mubahah (boleh) yaitu suatu perbuatan yang tidak ada dosa atau pahala bagi yang mengerjakan atau meninggalkannya. Misalnya seperti makan, minum, tidur.
§ IBADAH
Ibadah berasal dari kata عَبَدَ – يَعْبُدُ - عِبَادَةً yang artinya menyembah. Secara istilah ibadah adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya.
Kata ibadah juga berarti tunduk, patuh dan taat. Menurut Ibnu Taimiyah, ibadah adalah suatu ungkapan yang mencakup segala ucapan dan perbuatan baik yang lahir maupun yang batin yang dicintai dan diridhai Allah SWT. Upaya untuk membersihkan diri dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT juga termasuk ibadah. Allah SWT melarang seorang hamba beribadah kepada selain-Nya karena perbuatan tersebut termasuk syirik.
a. Syarat Sah Ibadah.
Secara garis besar syarat sahnya ibadah terdiri dari dua macam, yaitu;
· Niat ikhlas hanya karena Allah.
Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus". (QS. Al-Bayyinah: 5)
[1] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
· Ittiba' rasul yaitu mengikuti tata cara beribadah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
مَنْ أَحْدَثَ فِىْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخارى ومسلم ) وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
Rasulullah Saw. bersabda : "Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya (Islam), maka dia tertolak. (HR. Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: "Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak)."
b. Hikmah Ibadah
Adapun hikmah ibadah adalah sebagai berikut;
- Menjadi bukti adanya iman dalam diri seseorang.
- Menjadikan semakin bertambah iman seseorang.
- Menjadikan dekat seorang hamba kepada Allah SWT.
- Memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa.
- Mendapat derajat yang mulia di sisi Allah SWT.
- Melindungi diri dari perbuatan maksiat dan mungkar.
- Menjadi jalan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
- Menjadi sebab mendapatkan kebahagiaan di akhirat atau masuk surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar