26 November 2019

Ini Para Pemain Catur di Kalangan Sahabat Rasul dan Tabi’in


Permainan catur telah dibahas oleh ulama terdahulu. Perihal permainan catur, ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengharamkannya. Sebagian lagi memakruhkannya. Tetapi ada juga ulama yang membolehkannya. 

قوله (وهو) أي لعب الشطرنج (وقوله حرام) عند الأئمة الثلاثة وهم أبو حنيفة ومالك وأحمد بن حنبل رضي الله عنهم وإنما قالوا بالحرمة للأحاديث الكثيرة التي جاءت في ذمه قال في التحفة لكن قال الحافظ لم يثبت منها حديث من طريق صحيح ولا حسن وقد لعبه جماعة من أكابر الصحابة ومن لا يحصى من التابعين ومن بعدهم وممن كان يلعبه غبا سعيد بن جبير رضي الله عنه   


Artinya, “(Permainan itu) main catur (haram) menurut tiga imam, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka menyatakan haram atas dasar sejumlah hadits yang mencela permainan catur. Tetapi penulis At-Tuhfah (Ibnu Hajar) dari Mazhab Syafi’I mengutip Imam Al-Hafiz Al-Asqalani mengatakan bahwa kualitas hadits yang mengecam permainan catur tidak diriwayatkan berdasarkan jalan yang sahih dan hasan. Bahkan sejumlah sahabat terkemuka Rasulullah dan banyak tabi’in sepeninggal mereka juga bermain catur. Salah seorang yang bermain catur adalah Sa’id bin Jubair,” (Sayid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, Ianatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz IV, halaman 286). 
Ulama yang menghalalkan mendasarkan pandangannya pada semacam ijmak di kalangan sahabat dan tabi’in atas iqrar mereka dan praktik langsung permainan catur. 

وَاسْتَدَلَّ مَنْ أَبَاحَهَا وَحَلَّلَهَا : بِانْتِشَارِهَا بَيْنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ إِقْرَارًا عَلَيْهَا ، وَعَمَلًا بِهَا 

Artinya, “Ulama yang membolehkan dan menghalalkan permainan catur mendasarkan pendapatnya pada permainan catur itu sendiri di kalangan sahabat nabi dan tabi’in baik praktik (pengalaman) maupun pengakuan atas praktik (iqrar),” (Al-Mawardi, Al-Hawi) 
Adapun berikut ini adalah sejumlah nama sahabat dan tabi’in terkemuka yang mengiqrarkan dan bermain catur itu sendiri seperti dikutip oleh Al-Mawardi dalam karyanya, Al-Hawi sebagai berikut:

 Al-Khatib meriwayatkan dari Sulaiman bin Yasar bahwa Sayyidina Umar bin Khattab pernah lewat saat kami sedang bermain catur.
 Ia lalu memberi salam kepada kami dan tidak melarang kami bermain catur. Ad-Dhahhak bin Muzahim mengatakan, “Aku melihat sahabat Hasan bin Ali RA melewati orang-orang yang sedang bermain catur.
 Ia mendekat dan komentar, ‘Tahan ini. Biarkan bidak itu!’” Abu Rasyid bercerita bahwa ia pernah melihat sahabat Abu Hurairah RA memanggil seorang remaja. Sahabat Abu Hurairah kemudian mengajaknya bermain catur.
 Adapun sahabat Abdullah bin Abbas dalam riwayat disebutkan bahwa dirinya membolehkan permainan catur dan ia juga bermain catur. Sedangkan sahabat Abdullah bin Zubair  RA juga dalam riwayat disebutkan bahwa ia bermain catur.
 “Lima sahabat ini menetapkan (iqrar kebolehan, tanpa menentang) permainan catur orang lain dan juga bermain catur,” (Al-Mawardi. Al-Hawi). 
Adapun pemain catur dari kalangan tabi’in dalam riwayat adalah Sa’id bin Musayyab. Imam As-Syafi’i meriwayatkan bahwa Sa’id bin Jubair bermain sambil membelakangi papan catur. Al-Muzanni (murid Imam As-Syafi’i) bertanya kepada gurunya, “Bagaimana bisa Sa’id bin Jubair bermain sambil membelakangi papan catur?” “Sa’id mendorong punggungnya ke arah papan catur, lalu bertanya kepada budaknya, ‘Dengan apa ia (lawan main) bertahan?’ ‘Dengan buah catur ini,’ jawab budaknya. ‘Majukan buah catur itu sekian langkah,’ kata Said,” jawab Imam As-Syafi’i.
 Adapun Az-Zuhri meriwayatkan Ali bin Husein yang bermain catur dengan anggota keluarganya. Sementara Abu Lu’lu’ bercerita, “Aku melihat As-Sya’bi bermain catur dengan lawan-lawannya.”
 Rasyid bin Kuraib mengatakan bahwa ia melihat Ikrimah, budak sahabat Ibnu Abbas, berdiri dalam bermain catur. Riwayat juga menyebutkan Muhammad bin Sirin pernah bermain catur. “Ini (main catur) laki-laki banget,” kata Ibnu Sirin, salah seorang tabi’in terkemuka. 
Para sahabat dan tabi’in terkemuka telah masyhur bermain catur. Tetapi jumlah sahabat dan tabi’in yag dikenal sebagai ulama selain mereka yang bermain catur tak terhingga. Kami tidak menyebutkan nama mereka satu per satu untuk meringkas. (Al-Mawardi, Al-Hawi). 
Hal ini jelas keluar dari hukum haram. Ini lebih dekat pada ijmak. Pengingkaran Sayyidina Ali bin Abi Thalib atas permainan catur terletak bukan pada keharamannya, tetapi pengingkaran karena para pemain catur tetap asyik bermain ketika itu mendengar suara azan, ada yang bilang karena mereka tidak menghiraukannya. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/113847/ini-para-pemain-catur-di-kalangan-sahabat-rasul-dan-tabi-in
onten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id

21 November 2019

Proses Pernikahan Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah


Nafisah binti Munyah adalah sahabat Sayyidah Khadijah. Dia memiliki peran penting dalam terwujudnya pernikahan Nabi Muhammad dengan sahabatnya itu. Semula Sayyidah Khadijah curhat kepada Nafisah perihal perasaannya terhadap Nabi Muhammad. Mulanya, Sayyidah Khadijah minder dan ragu apakah Nabi Muhammad mau menerimanya, mengingat perbedaan status dan umurnya yang sangat mencolok. 

Tapi, Nafisah berhasil meyakinkan Sayyidah Khadijah bahwa dia adalah orang yang pantas bagi Nabi Muhammad. Selain memiliki nasab yang agung, Sayyidah Khadijah adalah seorang saudagar yang sukses dan perempuan yang dihormati di Makkah.
 Nafisah kemudian menyusun sebuah rencana. Ia menemui Nabi Muhammad dan menceritakan semuanya tentang perasaan Khadijah. Iya, dia lah ‘mak comblang’ yang menyambungkan perasaan Sayyidah Khadijah kepada Nabi Muhammad. 

"Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang membawa berita tentang seorang perempuan agung, suci, dan mulia. Pokoknya ia sempurna, sangat cocok denganmu. Kalau kau mau, aku bisa menyebut namamu di sisinya," kata Nafisah kepada Muhammad, dikutip dari Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018).

            Nafisah adalah orang yang cerdik. Setelah menyampaikan ‘lamaran’ Sayyidah Khadijah, ia tidak meminta Nabi Muhammad untuk menjawab secara langsung pada saat itu juga. Nabi Muhammad diberi waktu untuk memikirkan dan merenungkannya. Apa yang dilakukan Nafisah ini menjadi pintu dari perjalanan cinta Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah.


Singkat cerita, baik Nabi Muhammad maupun Sayyidah Khadijah kemudian berdiskusi dengan keluarga besarnya masing-masing untuk menindak lanjuti apa yang disampaikan Nafisah tersebut. Setelah melalui pertimbangan yang matang, akhirnya kedua keluarga besar sepakat untuk menikahkan anak-anaknya. 

Nabi Muhamamad diantar oleh pamannya—Abu Thalib dan Hamzah—berangkat ke rumah Sayyidah Khadijah. Mereka disambut oleh paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad. Abu Thalib yang ditunjuk sebagai juru bicara Nabi Muhammad langsung menyampaikan khutbah tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka ke kediaman Sayyidah Khadijah.

 Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berikut khutbah lengkap Abu Thalib saat meminang Sayyidah Khadijah untuk keponakannya;

 "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita anak keturunan Ibrahim, hasil tumbuhan Isma’il, dan berasal usul dari Ma’d, serta unsur kejadian dari Mudhar. (Segala puji bagi-Nya) yang menjadikan kami pemelihara rumah-Nya, pengelola tanah suci-Nya, dan menganugerahi kita rumah (Kakbah) yang dikunjungi, wilayah yang aman, dan menjadikan kita penguasa-penguasa atas manusia," kata Abu Thalib. 

"Selanjutnya, anak saudaraku ini, Muhammad, adalah dia yang tidak diukur seorang pemuda pun dari Quraisy, kecuaali dia mengunggulinya dalam kemuliaan, keluhuran, keutamaan, dan akal. Kedati dalam hal harta dia memiliki sedikit, tetapi harta adalah bayangan yang hilang dan pinjaman yang harus dikembalikan. Muhammad dalah siapa yang hadirin telah kenal keluarganya. Dia melamar Khadijah putri Khuwailid, dan bersedia memberi mahar dari harta milikku yang jumlahnya secara tunda sekian dan kontan sekian. Di samping itu, dia, demi Allah, sungguh bakal menjadi berita penting dan peristiwa agung," tambahnya. 

Khutbah lamaran yang disampaikan Abu Thalib tersebut dibalas oleh Amr bin Asd dengan sebuah ‘perumpamaan’. Kata Amr, "Ini adalah unta jantan yang tidak dipotong atau ditandai hidungnya." Dalam masyarakat Arab, unta berketuruna baik maka hidungya tidak dilukai. Unta tersebut juga diberi kebebasan mendekati unta betina manapun untuk melanjutkan keturunannya. 


Sementara unta yang berasal dari keturunan yang tidak terpuji akan ditandai hidungnya. Ia dijauhkan dari unta betina agar tidak melahirkan keturunan yang buruk. Riwayat lain menyebutkan bahwa Waraqah bin Naufal lah yang menyambut khutbah Abu Thalib tersebut.

 kata Waraqah: "Segala puji bagi Allah yang menjadikan kita sebagaimana yang Anda sebut-sebut. Kita adalah pemuka-pemuka masyarakat Arab dan pemimpin-pemimpinnya, saudara-saudara wajar untuk kemuliaan itu, keluarga besar pun tidak mengingkarinya keutamaan saudara-saudara, tidak juga seorang pun bisa menampik kebanggaan dan kemuliaan saudara-saudara." 

"Kami senang menjalin hubungan dengan saudara-saudara dan menghubungkan (diri) dengan kemuliaan saudara-saudara, maka bersaksilah atasku wahai masyarakat Quraisy bahwa sesungguhnya aku telah menikahkan Khadijah binti Khuwailid dengan Muhammad putra Abdullah dengan emas kawin 400 dinar," kata Waraqah bin Naufah.

 Setelah mendengar perkataan Waraqah, Abu Thalib mengatakan bahwa dirinya senang bila paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad, juga ikut berkhutbah untuk menikahkan Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah. 

"Bersaksilah atasku, bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid," kata Amr bin Asad yang disaksikan para pemuka Quraisy. Dengan demikian, maka Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah resmi menjadi suami-istri. 

Penulis: Muchlishon Rochmat Editor: Kendi Setiawan

https://islam.nu.or.id/post/read/111252/proses-pernikahan-nabi-muhammad-dan-sayyidah-khadijah

 


 

19 November 2019

Respons Para Raja ketika Menerima Surat Nabi Muhammad


Nabi Muhammad menggunakan beberapa cara dan strategi dalam mendakwahkan Islam. Di samping dakwah secara langsung—berceramah, berpidato, atau berkhutbah, Nabi Muhammad dalam berdakwah juga memakai surat. Nabi Muhammad menyurati beberapa raja, kepala suku, dan tokoh di sekitar semenanjung Arab agar mereka meninggalkan agama lamanya dan memeluk Islam.
Respons para penguasa tersebut ketika menerima surat dari Nabi Muhammad bermacam-macam. Ada yang mengikuti ajakan Nabi dan ada pula yang menolak bahkan sampai membunuh utusan yang diutus Nabi untuk mengantarkan surat tersebut. Merujuk The Great Episodes of Muhammad saw (Said Ramadhan al-Buthy, 2017) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berikut beberapa reaksi dan respons para penguasa terhadap surat Nabi Muhammad
 Pertama, Raja Heraclius, Penguasa Romawi Timur (Byzantium). Heraclius dikenal sebagai raja yang digdaya. Di bawah pemerintahannya, Romawi Timur memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Ia berhasil mengalahkan Persia yang mencoba menyerang wilayahnya. Bahkan menyerang balik hingga ke jantung wilayah Persia. Heraclius juga berhasil merebut Palestina dan menegakkan kekuasaannya berlandaskan agama Kristen di sana.
Adalah Dihyah al-Kalbi yang ditugaskan Nabi Muhammad untuk menyampaikan surat kepada Raja Heraclius. Dihyah menyampaikan surat itu kepada Gubernur Bashra untuk kemudian disampaikan kepada Raja Heraclius. Setelah membaca surat dari Nabi, Heraclius mengumpulkan para pembesar kerajaan. Semula Heraclius disebutkan ‘mempercayai’ kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad. Namun karena para pembesar dan rakyatnya tidak menghendaki rajanya menjadi seorang Muslim, maka Heraclius tetap mempertahankan agama lamanya, Kristen.
 Dalam satu kesempatan, Heraclius juga pernah berbicara dengan Abu Sufyan bin Harb tentang Nabi Muhammad. Dalam obrolan itu, Heraclius menyampaikan beberapa pertanyaan terkait Nabi Muhammad—mulai dari nasab hingga akhlaknya. Abu Sufyan mengonfirmasi semua pertanyaan yang diajukan Heraclius tersebut.
 Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Heraclius mengaku kalau Rasulullah akan keluar. Namun ia tidak menyangka kalau Rasulullah muncul dari bangsa Arab Makkah.
 “Seandainya aku tahu bahwa aku akan sampai kepada (masa)nya, pasti aku sangat ingin bertemu dengannya. Seandainya aku ada di hadapannya, pasti aku basuh kakinya,” kata Heraclius.
Kedua, Raja Negus, Penguasa Abessinia. Nabi Muhammad memerintahkan Amr bin Umayyah ad-Dhamiri untuk menyampaikan surat kepada Raja Negus. Sang Raja menyambut utusan Nabi tersebut dengan sangat baik. Dia juga mengetahui kalau akan datang seorang Nabi, setelah Nabi Isa As. Lantas apakah Raja Negus memeluk Islam setelahnya itu?
 Ada riwayat yang menyebutkan kalau Raja Negus akhirnya memeluk Islam setelah peristiwa itu. Ada juga yang menyebut kalau Raja Negus hanya berbuat baik kepada umat Islam, termasuk menyediakan kapal untuk mereka berhijrah ke wilayahnya. Riwayat lain juga menyatakan bahwa Negus ini bukanlah Negus yang memeluk Islam dan yang Nabi Muhammad shalat ghaib untuknya ketika dia wafat.
Ketiga, al-Muqauqis, Penguasa Koptik Agung Mesir. Al-Muqauqis menyambut baik ketika Hathib bin Abi Balta’ah datang untuk menyampaikan surat Nabi Muhammad. Dia kemudian mengajukan beberapa pertanyaan perihal Nabi Muhammad. Di antaranya mengapa Nabi Muhammad tidak mendoakan binasa kaumnya yang mengsusirnya.
“Beliau seperti Isa As. yang tidak mendoakan kebinasaan kaumnya ketika kaumnya bermaksud menyalipnya,” jawab Hathib bin Abi Balta’ah.
 Karena puas dengan jawaban-jawaban yang disampaikan Hathib, al-Muqauqis membalas surat Nabi Muhammad dengan penuh hormat. Dia juga memberikan Nabi sejumlah hadiah, termasuk dua orang gadis Koptik. Salah satunya Maria al-Qibtiyah yang nantinya dipersunting Nabi Muhammad. Di samping itu, sebetulnya al-Muqauqis tahu bahwa akan ada Nabi baru yang diutus Allah. Semula Nabi baru dianggap akan berasal dari Syam, namun ternyata dari Makkah.
 Keempat, Munzir bin Sawi, Penguasa Bahrain. Al-Ala bin al-Hadhrami ditugaskan untuk mengantar surat kepada Munzir bin Sawi. Penguasa Bahrain ini menerima baik ajakan Nabi Muhammad untuk memeluk Islam. Meski demikian, Nabi Muhammad memeringatkan sang raja agar tidak memaksa seseorang untuk memeluk Islam. Bagi pemeluk Yahudi atau Majuzi, mereka tetap diperbolehkan untuk menetap di Bahrain, asal membayar jizyah untuk keamanan dan kesejahteraan.
Kelima, Raja Kisra, Penguasa Persia. Respons Raja Kisra begitu keras ketika menerima surat Nabi yang dibawa Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi. Ia langsung menyobek surat Nabi setelah mengetahui isinya. Ketika mengetahui respons Raja Kisra atas suratnya, Nabi berdoa agar Allah mengoyak kerajaannya.
Tidak hanya itu, dia juga menyurati gubernurnya di Yaman, Badzan, agar mengirim dua orang terkuatnya kepada Nabi Muhammad. Selang beberapa saat, mereka berdua tiba di Madinah dan menyerahkan surat Badzan untuk Nabi Muhammad. Nabi tersenyum setelah mengetahu isi suratnya. Mereka kemudian diperintahkan untuk pulang dan balik keesokan harinya.
“Sampaikan kepada teman kalian (Badzan) bahwa Tuhanku sudah membunuh Kisra, tuannya, malam ini, tujuh jam yang lalu,” kata Nabi Muhammad kepada dua utusan tersebut. Benar saja, putra Kisra yang bernama Syuriyah sendiri lah yang membunuhnya. Kekuasaan Kerajaan Kisra juga terkikis sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya hilang total setelah kalah menghadapi serangan pasukan umat Islam pada 637 M atau delapan tahun setelah Nabi berdoa.
 Di samping itu, Nabi Muhammad juga mengirimkan surat kepada para penguasa wilayah di sekitar semenanjung Arab. Di antaranya Gubernur Bashra, Syurahbil bin Amr al-Ghassani. Namun sayangnya, Harits bin Umair al-Azadi, utusan Nabi yang bertugas menyampaikan surat kepada penguasa Bashra, dibunuh sebelum sampai ke tempat tujuan—riwayat lain menyebutkan dia dibunuh ketika tiba di hadapan Syurahbil. Dan Harits lah satu-satunya utusan Nabi yang dibunuh. Penulis: Muchlishon Editor: Fathoni Ahmad
https://islam.nu.or.id/post/read/112317/respons-para-raja-ketika-menerima-surat-nabi-muhammad


LATIHAN PAT KELAS 10 IPA 1 2 3 4

  Pilihlah jawaban yang benar ! 1.          Allah S WT telah mewajibkan menuntut ilmu bagi setiap muslim, diantara dalil perintah ...