31 Januari 2020

Air Zamzam dan Pembelahan Dada Nabi Muhammad


“Atap rumahku terbuka –saat aku di Makkah- Jibril as. lalu turun dan membuka dadaku. Kemudian ia membersihkan dadaku dengan air zamzam. Lalu, ia membawa baskom emas yang penuh hikmah dan iman. Setelah itu, ia meraih tanganku dan mengajakku naik ke langit yang bawah,” kata Nabi Muhammad dalam sebuah hadits riwayat Bukhari. Zamzam merupakan kata dari bahasa Arab yang memiliki makna melimpah atau yang banyak. Nama zamzam selalu merujuk pada sumber mata air yang memancar 'akibat injakan' Nabi Ismail as. Mata air tersebut berada di sekitar Ka’bah dan tidak pernah kering. Ia menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Umat Islam  meyakini bahwa air zamzam berbeda dengan air lainnya. Ia memiliki keistimewaan dan kemuliaan yang tidak dimiliki air-air lainnya. Saking istimewanya, malaikat Jibril bahkan menggunakan air zamzam untuk membersihkan dada Nabi Muhammad. Merujuk buku Air Zamzam Mukjizat yang Masih Terjaga (Said Bakdasy, 2015), Jibril as. membelah dada Nabi Muhammad dan membersihkannya dengan menggunakan air zamzam sebanyak empat kali. Pertama, saat Nabi Muhammad berusia empat tahun dan masih tinggal bersama dengan ibu susunya, Sayyidah Halimah as-Sa’diyah, di kampung Bani Sa’d. Ketika itu Jibril as. mendatangi Muhammad kecil waktu dia sedang bermain dengan teman-temannya. Jibril as. kemudian membelah dada Muhammad kecil. “Ini adalah bagian setan darimu,” kata Jibril as., kemudian meletakkan hati Nabi Muhammad itu di atas nampan emas dan  membersihkannya dengan menggunakan air zamzam. Setelah selesai, Jibril mengembalikan hati Nabi Muhammad seperti sedia kala.    Sementara itu, teman-teman se-permainan Muhammad kecil lari terbirit-birit. Mereka mengadu kepada Halimah as-Sa’diyah perihal apa yang terjadi pada Muhammad kecil. Halimah kemudian mendatangi tempat dimana Muhammad kecil berada. Ia langsung memeluk erat tubuh anak susuannya yang tengah menggigil ketakutan dan pucat wajahnya.   Kedua, ketika Nabi Muhammad berusia 10 tahun. Ketika mendekati usia taklif (mukallaf), dada Nabi Muhammad juga dibelah lagi. Hatinya dibersihkan malaikat Jibril as. dengan air zamzam agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dapat membuat seorang pemuda cacat. Ketiga, ketika Jibril as. membawa wahyu pengangkatan nabi atau saat usia Nabi Muhammad 40 tahun. Hikmah di balik pembelahan ketiga ini adalah agar Nabi Muhammad mampu menerima wahyu dengan hati yang kuat, bersih, dan diridhai. Keempat, ketika Isra Mi’raj. Sesuai dengan hadits riwayat Bukhari di atas, Jibril as. membelah dada Nabi Muhammad dan membersihkan hatinya sebelum mengajaknya naik ke langit untuk Mi’raj.  Selain menambah kemuliaan Nabi Muhammad, peristiwa pembelahan juga dimaksudkan untuk menambah kekuatan dan kesiapan Nabi Muhammad dalam menerima apa yang diwahyukan kepadanya dengan hati yang kuat. Di samping itu, hikmah lain dari pembelahan dan pembersihan dengan air zamzam adalah agar Nabi Muhammad memiliki kesiapan ketika berhadapan dengan Allah dan bermunajat kepada-Nya.  Demikianlah Allah mengkhususkan air zamzam dari air lain-lainnya. Yakni dengan menjadikannya sebagai air untuk membersihkan hati kekasih-Nya, hati Nabi Muhammad. Bukankah hati manusia paling mulia hanya akan dibersihkan dengan air yang paling mulia juga? (Muchlishon)

30 Januari 2020

Kisah Islamnya Sahabat Adi bin Hatim


Para sahabat memiliki kisah yang berbeda dalam hal memeluk Islam. Ada sahabat yang langsung memeluk Islam setelah menerima ajakan dari Nabi Muhammad seperti Abu Bakar as-Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib. Ada yang masuk Islam setelah mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an seperti Umar bin Khattab. Ada juga yang mengucapkan dua kalimat syahadat setelah berinteraksi langsung hingga membuatnya terkesan dengan Nabi Muhammad seperti Adi bin Hatim. 
Adi bin Hatim adalah anak al-Jawwad. Dia adalah penguasa Suku at-Tha’i yang dikenal pemurah. Adi adalah salah seorang yang membenci dakwah Islam yang disampaikan Nabi Muhammad. Oleh karenanya, ketika dakwah Islam menyebar ke seluruh penjuru jazirah Arab, Adi bin Hatim meninggalkan kaumnya dan hijrah ke negeri Syam. Semula, ia tetap mempertahankan agama nenek moyangnya dan tidak rela menjadi pengikut Nabi Muhammad. 
“Aku benci kedudukan di sana, melebih kebencianku terhadap Muhammad. Seandainya aku menemuinya, jika dia seorang raja atau pendusta, itu akan membuatku takut. Namun, jika dia berkata benar, aku akan mengikutinya,” kata Adi bin Hatim, dikutip dari buku The Great Episodes of Muhammad SAW (Said Ramadhan al-Buthy, 2017). 
Dari ucapannya tersebut, kebencian Adi bin Hatim kepada Nabi tidak membuatnya kalap dan menutup mata hatinya. Nyatanya, di akhir perkataannya dia menegaskan bahwa dirinya akan masuk Islam jika ajaran yang dibawa Nabi benar. Tidak hanya mengaku-ngaku menjadi Nabi saja.  
Hingga suatu ketika, Adi bin Hatim ingin bertemu dengan Nabi Muhammad dan pergi ke Madinah. Ia ingin memastikan kebenaran Nabi Muhammad secara langsung. Sesampai di Masjid Nabawi, Adi menyampaikan salam dan kemudian dijawab Nabi. Dia langsung memperkenalkan diri setelah Nabi Muhammad bertanya perihal identitasnya. 
Nabi lalu mengajak Adi pergi ke rumahnya, yang notabennya hanya beberapa jengkal saja dari Masjid Nabawi. Di tengah jalan, ada seorang wanita tua yang meminta Nabi Muhammad berhenti. Nabi pun berhenti beberapa saat. Wanita tua tersebut langsung menyampaikan beberapa kebutuhannya kepada Nabi. Melihat kejadian itu, Adi bin Hatim merasa terheran-heran. Dia membatin, bagaimana mungkin seorang raja berperilaku seperti itu. Tidak ada jarak dengan rakyat jelata. 
Keheranan Adi bin Hatim berlanjut. Saat sampai di rumah Nabi, ia diberikan bantal sebagai tempat duduk, sementara Nabi duduk di tanah tanpa bantal karena memang bantalnya cuma satu. Bagi Nabi, Adi bin Hatim yang merupakan tamunya adalah yang utama. Lagi-lagi Adi bin Hatim membatin, apa yang dilakukan Nabi tersebut bukanlah kebiasaan para raja.  
Adi adalah seorang elit di kaumnya. Ia mengira akan mendapatkan sesuatu yang berharga di kediaman Nabi Muhammad. Namun, perkiraannya tersebut meleset. Apa yang didapatinya begitu berbeda dengan apa yang dibayangkannya. Dan Nabi Muhammad bukanlah seperti ‘raja’ yang diduganya. Karena memang kebiasaan raja-raja adalah gila harta dan gila penghormatan. 
Setelah itu, terjadi tanya-jawab antara Nabi Muhammad dan Adi bin Hatim. Adi bin Hatim menjawab tidak tahu ketika Nabi menanyakan perihal tuhan selain Allah dan tuhan yang lebih besar dari pada Allah.  
Nabi lalu bertanya perihal agama yang dianut Adi bin Hatim, Rukusiya –agama perpaduan antara Nasrani dan Shabiiyyah, praktik mirba di kaumnya –praktik jahiliyah dimana seorang pemimpin berhak mendapatkan seperempat harta ghanimah. Adi bin Hatim membenarkan semua perkataan Nabi Muhammad itu. 
Nabi Muhammad kemudian menyampaikan tiga hal yang menghalangi Adi bin Hatim masuk Islam. Pertama, penganut ajaran Islam saat itu miskin-miskin. Nabi meyakinkan bahwa tidak lama lagi umat Islam akan memiliki harta yang berlimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang miskin. Perkataan Nabi ini terbukti pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Azis, dimana saat itu tidak ada seorang pun yang berhak menerima zakat karena umat Islam sudah sejahtera.    
Kedua, jumlah umat Islam sedikit, sementara musuhnya lebih banyak. Terkait hal ini, Nabi Muhammad juga meyakinkan kepada Adi bin Hatim bahwa sebentar lagi akan ada berita mengenai seorang wanita yang berangkat dengan mengendarai unta dari Qadisiyyah ke Baitullah Makkah tanpa rasa takut. Lag-lagi apa yang dikatakan Nabi ini menjadi kenyataan. Ketika umat Islam menguasai wilayah tersebut, maka seseorang bisa bepergian dengan aman karena tidak ada lagi penyamun. 
“(Ketiga) yang menglangimu masuk agama ini adalah engkau menyaksikan bahwa raja dan penguasa bukanlah dari kalangan mereka. Demi Allah, sebentar lagi engkau akan mendengar berita mengenai istana-istana putih dari Babilonia yang kutaklukkan,” kata Nabi. Sesaat setelah itu Adi bin Hatim mengikrarkan diri memeluk Islam.

29 Januari 2020

Mukjizat Nabi Muhammad Terkait Hal Ghaib


“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (Muhammad)." (Ali Imran: 44) 
Hanya Allah yang mengetahui perkara ghaib. Namun Allah memberikan informasi kabar ghaib atau sesuatu yang belum terjadi kepada mereka yang dikehendaki-Nya. Salah satunya adalah Nabi Muhammad. Mukjizat Nabi yang berkaitan dengan hal-hal ghaib dianggap sebagai bukti paling kuat bahwa beliau memang utusan Allah.  
Berikut beberapa kabar yang disampaikan Nabi Muhammad dan benar-benar terjadi, baik pada masa beliau ataupun beberapa tahun setelahnya, sebagaimana dikutip dari buku Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam (Raghib as-Sirjani, 2011). Pertama, kematian an-Najasyi. Sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi Muhammad mengumumkan kematian an-Najasyi pada hari saat Raja Negeri Habasyah itu wafat.  
Jarak antara Arab dengan Negeri Habasyah sangat jauh, membutuhkan waktu beberapa hari dan malam untuk perjalanan. Jika dinalar, tidak mungkin Nabi Muhammad tahu kabar kematian an-Najasyi pada hari itu juga, kecuali mendapatkan kabar langsung dari Allah.   
Kedua, penaklukkan Negeri Persia. Suatu ketika Nabi Muhammad mengatakan bahwa Negeri Persia akan ditaklukkan umat Muslim. Setelah itu, keamanan serta kedamaian di seperempat jazirah Arab terwujud.  
“Jika hidupmu panjang, engkau pasti melihat seorang perempuan di atas tandu unta menunggangi dari Hirah sampai ia berthawaf di Ka’bah, dimana ia tidak takut siapapun kecuali hanya kepada Allah,” kata Nabi Muhammad kepada Adi bin Hatim, mengumpamakan keadaan aman dan damai dari wilayah Persia hingga Makkah. Beberapa tahun setelahnya, Adi menyaksikan sendiri apa yang dikatakan Nabi Muhammad itu.  
Adi bin Hatim bertanya kepada Nabi perihal keberadaan penyamun Thayyi yang suka membuat kerusuhan di banyak negeri. Dijawab Nabi, harta-harta Kisra yang melimpah akan menguasai mereka. Tidak cukup sampai di situ, Adi kemudian menanyakan tentang Kisra bin Hurmuz. 
“Kisra bin Hurmuz. Dan jika hidupmu panjang, engkau pasti melihat seorang laki-laki mengeluarkan emas atau perak sepenuh telapak tangannya. Ia mencari orang yang akan menerimanya, namun ia tidak mendapatkan seorang pun yang mau menerimanya,” jawab Nabi. Apa yang disabdakan Nabi Muhammad itu terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis. Dimana orang-orang hidup dalam berkecukupan. Tidak ada lagi yang mau menerima sedekah.  
Ketiga, penaklukkan Konstantinopel. Kata Nabi Muhammad, ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel, akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin dan pasukan adalah pemimpin dan pasukan yang menaklukkan Konstantinopel. Kalau melihat kekuatan umat Islam ketika itu, maka apa yang dikatakan Nabi Muhammad itu menjadi ‘sesuatu yang meragukan.’ Karena pada saat itu, Romawi Timur merupakan salah satu imperium terbesar –selain Persia- yang menguasai dunia. Apa yang disabdakan Nabi Muhammad itu menjadi pendorong umat Muslim setelahnya untuk berlomba-lomba menaklukkan Konstantinopel. Beberapa kali pasukan Muslim mencoba merebut Konstantinopel, namun gagal. Hingga akhirnya, Khalifah Turki Usmani, Muhammad al-Fatih, berhasil menaklukkan Konstantinopel pada 857 H/1453 M. (Muchlishon Rochmat)

28 Januari 2020

Alasan Wasiat Nabi Muhammad Berbeda-beda


Suatu ketika Abu Dzar al-Gifari meminta wasiat kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian beliau memberikan wasiat agar Abu Dzar bertakwa kepada Allah dimanapun dan kapanpun ia berada, melakukan perbuatan baik setelah setiap kali mengerjakan perbuatan buruk, dan bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik. Dalam sebuah riwayat Abu Hurairah disebutkan, ada seorang lelaki yang mendatangi dan meminta wasiat kepada Nabi Muhammad. Ia minta satu wasiat saja agar bisa mengingat dan memikirkannya. Lantas Nabi Muhammad mewasiatinya agar jangan marah. Beliau mengulang wasiat singkatnya itu sebanyak tiga kali. Pada kesempatan lain, ada seorang Badui yang meminta wasiat agar dirinya bisa masuk surga setelah melakukan wasiat itu. Kata Nabi Muhammad kepada Badui tersebut, jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dirikan shalat wajib lima waktu, tunaikan zakat wajib, dan berpuasa pada bulan Ramadhan. Lelaki Badui itu berjanji akan melakukan apa yang diwasiatkan Nabi itu, tanpa menambahi atau mengurangi barang sedikit pun. Di hari lainnya, Abdullah bin Yusr mencertikan bahwa ada seorang lelaki mengadu kepada Nabi Muhammad. Menurutnya, syariat Islam sudah sangat banyak. Ia mengaku sudah banyak melakukannya. Namun, dia meminta wasiat kepada Nabi Muhammad tentang satu saja dari syariat Islam yang bisa diandalkannya. Nabi Muhammad pun hanya menjawab singkat.  “Hendaklah lidahmu selalu basah karena berdzikir,” jawab Nabi Muhammad. Di samping beberapa kisah di atas, tentu masih ada banyak lagi kisah tentang sahabat yang meminta wasiat kepada Nabi Muhammad. Dan menariknya, jawaban yang dikemukakan Nabi Muhammad selalu tidak sama. Lantas apa faktor atau alasan yang mendasari Nabi Muhammad memberikan wasiat yang berbeda-beda kepada para sahabatnya? Merujuk buku Muhammad Sang Guru (Abdul Fattah Abu Ghuddah, 2015), wasiat yang disampaikan Nabi Muhammad kepada satu sahabatnya dengan sahabat lainnya berbeda karena menyesuaikan dengan kondisi masing-masing peminta wasiat. Maksdunya, jika peminta wasiat itu susah menghapal dan gampang lupa, maka wasiat yang diberikan Nabi Muhammad juga singkat namun mengena. Seperti wasiat kepada lelaki di atas, yaitu ‘Jangan marah.’ Jika peminta wasiat kurang bertakwa kepada Allah, maka Nabi Muhammmad mewasiatinya agar meningkatkan ketakwaannya kepada Allah. Begitupun jika yang meminta wasiat kurang atau tidak berbakti kepada orang tuanya, maka wasiat yang diberikan Nabi Muhammad pasti agar mereka berbakti kepada orang tua. Dan begitulah seterusnya. Dengan demikian, Nabi Muhammad adalah orang sangat memahami dan mengerti keadaan dan kondisi masing-masing sahabatnya. Sehingga apa yang disampaikan atau diwasiatkan Nabi Muhammad merupakan 'kebutuhan' sang peminta wasiat.  Begitupun ketika Nabi Muhammad mengajarkan suatu ilmu kepada para sahabatnya. Ada ilmu yang disampaikan kepada semua sahabatnya. Juga ada ilmu yang hanya diberikan kepada sahabat tertentu saja. Bukan karena diskriminasi, namun ‘pemilahan’ seperti itu dilakukan Nabi Muhammad berdasarkan keadaan, pemahaman, kecerdasan, dan intelektualitas yang dimiliki para sahabat. (Muchlishon)

27 Januari 2020

Rabiah bin Ka’ab, ‘Menolak Kawin’ Demi Melayani Nabi Muhammad


Nabi Muhammad saw sangat menghormati para pelayannya, memahami perasaan mereka, mengakui hak-hak mereka, dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Bahkan, suatu ketika Nabi Muhammad menegaskan bahwa pelayan (budak pada saat itu) adalah saudara bagi majikan. Maka sudah seharusnya seorang majikan bersikap kepada para pelayannya sebagaimana dia bersikap kepada dirinya sendiri; memberi makan sesuai yang dia makan, memberi pakaian layaknya yang dia pakai, dan lainnya. 
Karena diperlakukan seperti itu, maka para pelayanan Nabi Muhammad juga sangat cinta dan sayang kepada beliau. Mereka dengan senang hati memberikan pelayanan terbaiknya untuk Nabi Muhammad. Mereka tidak menuntut atau meminta yang aneh-anehk kepada Nabi Muhammad. Permintaan mereka hanya satu, yakni bisa terus bersama Nabi Muhammad di dunia ini dan di akhirat kelak.  
Rabiah bin Ka’ab al-Aslami adalah salah seorang pelayan Nabi Muhammad. Tugasnya adalah mempersiapkan keperluan wudhu dan hajat Nabi  Muhammad. Dia melayani Nabi Muhammad sepanjang hari. Meski demikian, dia selalu siap siaga jika tiba-tiba Nabi Muhammad memanggilnya pada malam hari untuk melakukan ini dan itu.  
Melihat dedikasi Rabiah bin Ka’ab al-Aslami yang begitu tinggi, Nabi Muhammad mencoba untuk membalas budi. Beliau meminta Rabiah untuk mengutarakan permintaannya. Dan Nabi Muhammad akan mengabulkannya.  
Rabiah adalah sahabat yang miskin dan tidak memiliki rumah. Dia tinggal di emperan Masjid Nabawi bersama dengan Ahlus Shuffah lainnya. Meski demikian, dia tidak meminta harta benda, kekayaan, atau hal-hal yang bersifat duniawi ketika Nabi Muhammad memintanya untuk mengajukan suatu permintaan. Dia hanya ingin bisa terus bersama Nabi Muhammad, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.   
Kata Nabi Muhammad, jika ingin bersamanya di surga nanti maka Rabiah harus banyak bersujud kepada Allah. Sejak saat itu, Rabiah beribadah dengan sungguh-sungguh. Sehingga harapannya untuk terus bersama Nabi Muhammad hingga di akhirat kelak bisa tercapai.    
Rabiah juga sahabat yang belum berkeluarga. Rupanya keadaan ini membuat Nabi Muhammad prihatin dan kasihan. Beliau kemudian mendorong Rabiah bin Ka’ab untuk kawin agar memiliki teman hidup dan bercengkerama. Namun, Rabiah tidak bersedia. Dia berdalih, jika menikah maka tugasnya melayani Nabi Muhammad akan terganggu.  
“Aku tidak ingin ada sesuatu yang mengganggu tugasku melayanimu, Nabi,” kata Rabiah, dikutip buku Bilik-bilik Cinta Muhammad saw (Nizar Abazhah, 2018).  
Nabi Muhammad tidak menyerah. Setelah beberapa waktu, Nabi Muhammad kembali menanyakan hal yang sama kepada Rabiah. Mengapa Rabiah tidak kunjung menikah? Kali ini Rabiah menyampaikan bahwa dirinya tidak memiliki segenggam harta pun yang bisa diberikan kepada seorang wanita. Keadaannya yang seperti itu membuatnya pesimis ada seorang wanita yang mau dinikahinya. 
Singkat cerita, Nabi Muhammad mengutus Rabiah untuk pergi ke suatu kaum dan menikahi seorang wanita dari kaum tersebut. Tidak ketinggalan, beliau memberikan sebutir emas untuk mahar dan seekor kibas untuk pesta pernikahan Rabiah. Rabiah akhirnya pergi ke kaum tersebut dan menikah dengan wanita pilihan Nabi Muhammad itu. (Muchlishon)

24 Januari 2020

Candaan Nabi Muhammad kepada Zahir


Nabi Muhammad saw bukanlah orang melulu serius. Layaknya manusia pada umumnya, beliau juga tidak jarang bercanda dan bersenda gurau dengan para sahabatnya dalam momen-momen tertentu. Namun demikian, kelakar Nabi Muhammad didasarkan kepada hal benar, tidak mengada-ada, dan tidak pernah keluar dari koridor yang hak.  
Gurauan yang dibuat Nabi Muhammad bisa merekatkan hubungannya dengan sahabatnya, bukan malah merenggangkan. Terkadang, ada pesan khusus yang ingin disampaikan Nabi Muhammad di balik candaan yang dilontarkannya kepada seorang sahabatnya. Salah satunya adalah kisah beliau mencandai Zahir, sebagaimana diceritakan buku Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib as-Sirjani, 2011). 
Zahir adalah sahabat Nabi dari pedalaman Arab. Ia memiliki rupa yang buruk dan daya pikir yang agak lemah. Kendati demikian, Nabi Muhammad mencintai Zahir. Begitupun juga Zahir. Zahir menghabiskan hari-harinya di gurun pasir karena dia memang tinggal di sana. Suatu ketika, Zahir sedang ada di pasar untuk menjual barang-barangnya. Nabi Muhammad yang ketika itu ada di pasar melihat Zahir. Seketika itu, Nabi Muhammad menangkap Zahir dari belakang tanpa terlihat olehnya. Zahir berteriak-teriak siapa gerangan yang mendekapnya itu. Setelah menoleh ke belakang, Zahir tahu bahwa yang menangkapnya adalah Nabi Muhammad. 
Zahir tidak lagi ‘memberontakkan’ tubuhnya. Malah dia menggunakan kesempatan itu untuk mengeratkan pelukan Nabi Muhammad. Beliau terus mendekap tubuh Zahir dan menawarkan kepada orang-orang di pasar untuk membeli Zahir.  
“Wahai manusia, siapa yang mau membeli budak ini (Zahir)?” kata Nabi Muhammad kepada para orang yang ada di pasar. Mendengar perkataan Nabi Muhammad seperti itu, Zahir menjawab kalau dirinya tidak akan laku dijual. Tidak akan ada yang mau membeli dirinya.  
“Namun, di sisi Allah engkau ini mahal,” timpal Nabi Muhammad.  Melalui kisah di atas, Nabi Muhammad menegaskan bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa, seperti firman Allah dalam QS al-Hujurat ayat 13. Rupa, warna kulit, suku, kecerdasan, dan bangsa bukanlah menjadi ukuran kemuliaan seseorang di sisi Allah. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad kepada Zahir merupakan cara beliau bersikap atau memperlakukan sahabatnya. Beliau meninggikan penghargaan kepada mereka. Sehingga sahabatnya menjadi senang dan beliau juga gembira dengan kegembiraan sahabatnya. (Muchlishon)

23 Januari 2020

Sikap Nabi Muhammad saat Sahabatnya Dibunuh Seorang Yahudi


“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil­lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa..,” (QS Al-Maidah: 8). 
Nabi Muhammad adalah seorang yang berlaku adil kepada semuanya; kepada dirinya, keluarganya, sahabatnya, dan umat Islam sendiri. Nabi Muhammad menjadikan keadilan sebagai sebuah hukum dan sistem yang harus ditegakkan dalam setiap situasi dan kondisi apapun. Perbedaan agama, suku, ras, dan etnik tidak membuat beliau berlaku tidak adil.  
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda: Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku pasti memotong tangannya. Pada saat itu, hukuman dari seorang pencuri adalah potong tangan. Melalui hadits itu, Nabi Muhammad menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan setegak-tegaknya. Apabila salah, maka harus dihukum. Tidak peduli yang melakukan kesalahan itu keluarganya sendiri, bahkan putri tercintanya. 
Tidak hanya itu, Nabi Muhammad juga menegakkan keadilan kepada mereka yang tidak se-iman atau tidak se-agama dengannya. Sikap adil Nabi Muhammad juga meliputi non-Muslim. Jika terjadi perselisihan antara Muslim dan non-Muslim, Nabi Muhammad melihat siapa yang salah. Jika yang salam pihak Muslim, maka beliau akan menghukumnya. Demikian sebaliknya. 
Dalam buku Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), dikisahkan suatu ketika seorang Yahudi membunuh salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Sahl al-Anshari. Setelah diadili, memang betul kalau seorang Yahudi tersebut lah yang salah. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Nabi Muhammad pada saat itu, maka siapapun yang melakukan pembunuhan maka ia harus membayar denda sebanyak 100 ekor unta betina. 
Nabi Muhammad meminta seorang Yahudi tersebut untuk membayar 100 ekor unta betina sebagai konsekuensi atas perbuatannya tersebut. Beliau tidak minta lebih dari 100 ekor unta betina kepada seorang Yahudi tersebut. Padahal saat itu, para sahabatnya tengah memerlukan lebih banyak unta jantan untuk menambah kekuatan tentara Islam.  
Demikianlah Nabi Muhammad, menegakkan keadilan sesuai dengan ketetapan yang sudah ditetapkannya. Beliau tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sikap adil Nabi Muhammad itu seharusnya menjadi pegangan dan teladan bagi seluruh umat Islam agar juga berlaku adil kepada siapapun, termasuk kepada non-Muslim sekalipun. Karena sesuai dengan firman Allah di atas, jangan sampai kebencian terhadap suatu kaum membuat seorang Mukmin berbuat tidak adil. (Muchlishon)

22 Januari 2020

Kasih Sayang Nabi Muhammad pada Seekor Anjing


“Seorang perempuan masuk neraka gara-gara seekor kucing, dia mengikat kucing tersebut, lalu tidak memberi makan dan tidak pula membiarkannya memakan seranggga tanah,” sabda Nabi Muhammad 
Nabi Muhammad adalah orang yang sangat halus, lembut, dan penuh kasih sayang kepada semuanya. Bukan hanya kepada umat manusia saja, tetapi juga kepada seluruh makhluk Allah di muka bumi ini -termasuk kepada binatang. Beliau termasuk orang yang sangat menyayangi binatang. Tidak rela dan akan langsung menegur manakala ada orang yang mempermainkan dan menyakiti salah satu makhluk ciptaan Allah itu. 
Sifat kasih sayang Nabi Muhammad sudah ditegaskan Allah di dalam QS at-Taubah ayat 128. Di situ disebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang nabi yang penyantun dan penyayang. Juga dalam QS al-Anbiya ayat 107: "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam."  Di sini jelas bahwa Nabi Muhammad adalah rahmat bagi seluruh alam, bukan manusia saja. 
Banyak riwayat yang menceritakan tentang sikap kasih sayang Nabi Muhammad pada binatang. Diantaranya beliau memberi makan hewan-hewan piarannya sendiri, memotong kain bajunya manakala kucingnya tidur di atasnya –sehingga kucingnya tidar terbangun, dan tidak segan-segan menegur sahabatnya yang menyakiti dan tidak memberi makan hewan peliharannya.  
Menariknya, kasih sayang Nabi Muhamm pada binatang tidak diskriminatif. Tidak hanya tertuju pada hewan yang boleh dan halal di makan saja, namun beliau juga mencurahkan kasih sayangnya pada hewan yang tidak boleh dimakan. Juga pada binatang yang diharamkan sekalipun seperti anjing.  
Dalam kitab al-Maghazi karya al-Waqidi, seperti dikutip dari buku Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), Nabi Muhammad pernah ‘menyelamatkan’ seekor anjing yang sedang menyusui anak-anaknya. 
Ceritanya, ketika itu Nabi Muhammad dan pasukan umat Islam sedang dalam perjalanan dari Madinah menuju Makkah saat misi Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah). Di tengah perjalanan, Nabi Muhammad melihat ada seekor anjing betina sedang menggonggong dan menyusui anak-anaknya. Seketika itu, beliau memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk berdiri di dekat anjing tersebut. Tujuannya adalah agar para tentara umat Islam tidak mengganggu anjing yang sedang menyusui tersebut. Juga agar anjing tersebut tidak menggigit para tentara. Sehingga masing-masing tentara dan anjing bisa terus melanjutkan aktivitasnya, tanpa saling mengganggu satu sama lain. 
Begitulah sikap kasih sayang Nabi Muhammad kepada seekor anjing. Masih menurut keterangan kitab tersebut, kalau seandainya Nabi Muhammad tidak memiliki sifat belas kasihan yang luar biasa pada hewan, maka beliau tidak akan memiliki perhatian seperti itu. Yakni mengupayakan agar para tentaranya tidak sampai mengusik seekor anjing betina yang sedang menyusui.  Dari kisah tersebut, bisa diambil pelajaran bahwa kasih sayang Nabi Muhammad pada hewan tidak hanya sebatas ucapan saja, tetapi juga sudah menjadi perbuatan atau akhlak. Karena bagaimanapun, sekali lagi, sebagaimana manusia binatang juga adalah makhluk ciptaan Allah yang perlu diberikan kasih sayang dan perlakuan yang baik.  “Barang siapa tidak mengasihi, dia tidak akan dikasihi,” demikian kata Nabi Muhammad saw. dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari. (A Muchlishon Rochmat)

21 Januari 2020

Kisah Ulama Jahiliyah dalam Berfatwa


Ini kisah tentang seorang musyrik (penyembah berhala) pada masa Jahilyah (sebelum Islam). Seorang musyrik itu bernama Amir bin Zharib Al-Adawani, seorang tokoh di tengah masyarakat Jahiliyah. Dia selalu dijadikan tempat bertanya jika terjadi perselisihan di tengah masyarakat. Pada suatu hari, salah satu kabilah Arab datang kepada Amir. Mereka punya masalah yang membutuhkan jawaban (fatwa) dari Amir.   
Mereka bercerita kepada Amir, “Kami punya seorang budak yang memiliki dua alat kelamin.  Kami akan mewariskan budak ini, tapi kami tidak tahu, apakah dia laki-laki atau perempuan?” Amir bingung, tidak bisa menjawab. Selama empat puluh hari dia diam, tidak memberikan jawaban dan tidak tahu harus berbuat apa kepada tamunya yang masih bertahan di rumahnya. Kebetulan Amir memiliki budak perempuan bernama Sakhilah yang bekerja menggembala hewan ternak milik Amir. Di hari keempat puluh, Sakhilah mengabarkan kepada Amir bahwa tamu-tamunya telah menghabiskan banyak hewan ternaknya sebagai santapan mereka. Tinggal beberapa ekor saja yang tersisa.   Amir menyuruh Sakhilah pergi untuk menggembala ternak saja. Tapi, Sakhilah mendesak Amir, “Ada apa?” Amir lantas menceritakan pertanyaan di atas kepada Shakilah, dan dia merasa tidak mampu menjawab (memberikan fatwa). 
Tak diduga, Sakhilah memberikan solusi yang jitu, “Tuan, kenapa Anda bingung? Ikuti saja budak mereka itu (yang memiliki dua alat kelamin) ketika dia buang air kecil. Jika budak itu buang air kecil dari alat kelamin laki-laki, maka dia laki-laki. Jika dia buang air kecil dari alat kelamin perempuan, maka dia perempuan.” 
“Luar biasa. Kamu benar-benar cerdas. Kamu sungguh telah membantu saya menjawab pertanyaan itu. Sapere aude!” ujar Amir kepada Shakilah. 
Amir lantas memberikan jawaban tersebut kepada kabilah yang datang dan menginap selama empat puluh hari di rumahnya. Mereka pun puas dengan jawaban tersebut. 
Imam Al-Auzai mengomentari kisah tersebut, “Laki-laki musyrik itu (Amir bin Zharib Al-Adawani) tidak mengharap surga, tidak takut neraka dan tidak menyembah Allah. Tapi, untuk menjawab satu pertanyaan (memberikan fatwa), dia butuh menahan diri selama empat puluh hari. 
“Orang yang mengharap surga, takut neraka dan menyembah Allah, seharusnya lebih berhati-hati lagi dalam memberikan fatwa untuk satu pertanyaan yang berhubungan dengan urusan agama Allah.” 
Kisah ini dinukil dari Kitab Al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir. Wallahu a’lam.

17 Januari 2020

Harta Peninggalan Sayyidina Abdullah


Ketika usianya dianggap cukup dewasa dan matang, Abdul Muthalib meminang Sayyidah Aminah untuk anaknya, Sayyidina Abdullah. Saat itu keduanya datang ke rumah orang tua Sayyidah Aminah, Wahab bin Abdu Manaf. Usai menyampaikan maksud dan tujuannya, Sayyidah Aminah dan ayahnya menerima pinangan mereka dengan suka cita.  
Pesta pernikahan digelar tidak lama setelah itu. Diriwayatkan bahwa pesta pernikahan berlangsung selama tiga hari tiga malam. Sesuai dengan adat masyarakat Makkah ketika itu, Abdullah tinggal di rumah mertuanya selama masa resepsi tersebut. Pada hari keempat, Abdullah dan istrinya baru pindah ke rumah yang telah disiapkan. Abdullah diriwayatkan berusia 24 tahun ketika menikahi Aminah.   
Kebersamaan Abdullah dan Aminah hanya berlangsung selama beberapa hari saja, sekitar 10 hingga 15 hari. Abdullah harus berangkat ke Gaza dan Syam untuk berdagang bersama dengan kafilahnya Suku Quraisy. Bagi suku keluarga Nabi Muhammad, berdagang ke Syam adalah sebuah tradisi yang ‘harus’ dilakukan karena hanya sekali dalam setahun. Hasil perdagangan kafilah dagang Quraisy tidak hanya untuk yang ikut saja, tapi juga dibagikan kepada seluruh anggota suku. Atas dasar itu, Allah memuji Suku Quraisy dalam Al-Qur’an Surat Qurasy.
Kafilah dagang Quraisy kembali ke Makkah setelah sebulan lebih berdagang ke Syam dan Gaza. Namun tidak ada Abdullah dalam rombongan tersebut. Ia jatuh sakit di tengah perjalanan sehingga harus tinggal di Madinah untuk berobat. Riwayat lain menyebutkan bahwa Abdullah singgah di rumah saudara ibunya di Madinah, setelah dari Gaza. Tapi ketika hendak balik ke Makkah bersama kafilah, dia jatuh sakit di tempat pamannya itu.  
Kafilah dagang Quraisy tetap melanjutkan perjalanan pulang. Sesampai di Makkah, mereka memberitahu Abdul Muthalib bahwa anaknya tengah sakit. Abdul Muthalib kemudian mengutus anaknya, Al-Harits, untuk menemani dan menjemput Abdullah ketika sehat nantinya. Namun ketika sampai di Madinah, Al-Harits mendapatkan kabar bahwa Abdullah telah wafat dan dikuburkan di sana. Al-Harits kembali ke Makkah dengan membawa kabar pilu dan sedih. Tidak diragukan lagi, kabar tersebut menyayat hati Abdul Muthalib dan Aminah.  
Abdullah wafat meninggalkan istri, Aminah, yang tengah mengandung buah hatinya. Disebutkan bahwa Aminah baru menyadari kalau haidnya terhenti sebulan setelah kepergian suaminya ke Syam dan Gaza untuk berdagang.   
Dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW. Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018) dan Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2015), disebutkan bahwa ketika wafat Abdullah meninggalkan sejumlah harta peninggalan yang terdiri dari lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang budak perempuan, Ummu Aiman. Seseorang yang kelak mengasuh Nabi dan Nabi menganggapnya sebagai ibu kedua.  
Bisa jadi peninggalan itu menunjukkan bahwa Abdullah adalah seorang kelas menengah, tidak kaya dan juga tidak miskin. Namun yang pasti, di usianya yang masih cukup muda, 25 tahun, Abdullah sudah mampu bekerja, berusaha mencari kekayaan, hingga akhirnya memberikan harta peninggalannya untuk keluarganya.    
Ummu Aiman   Nama asli Ummu Aiman adalah Barakah binti Tsa’labah bin Amr bin Hashan bin Malik bin Salamah bin Amr bin Nu’man. Ia seorang kulit hitam dan berasal dari negeri Habasyah (sekarang Ethiopia). Ia juga bukan orang terpandang dan tidak memiliki keluarga yang terkemuka. Namun demikian, Nabi Muhammad sangat menghormati Ummu Aiman karena dedikasinya. Bahkan, beliau menganggap Ummu Aiman sebagai ibu keduanya, setelah Aminah binti Wahab.    
Ibu Kedua Rasulullah “Ummu Aiman adalah ibu setelah ibuku (Aminah binti Wahab),” kata Nabi Muhammad, sebagaimana tertera dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2014).  
Ummu Aiman adalah ‘harta peninggalan’ ayah Nabi Muhammad, Abdullah. Ia memang dipersiapkan untuk melayani Aminah yang saat itu sedang mengandung bayi Nabi Muhammad. Semenjak Nabi lahir, Ummu Aiman menjadi pelayan utama. Ia terus menjaga dan tinggal bersama Nabi, baik ketika tinggal di rumah Abdul Muthalib, di rumah Abu Thalib, di rumah Khadijah, bahkan ketika di Madinah.


16 Januari 2020

Doa Saat Hujan Deras Dikhawatirkan Banjir

Saat musim hujan tiba, intensitas air turun tidak terkira. Dalam sehari hujan dapat turun beberapa kali. Air hujan dapat turun selama sekian jam tanpa henti. Dalam sepekan air hujan juga dapat turun beberapa hari dengan jeda hanya sekian jam. Dalam situasi seperti ini, kita khawatir pada bencana banjir karena debit air yang begitu tinggi. Selain mempersiapkan diri menjelang hujan dengan membersihkan selokan, mengeruk sedimentasi sungai dan gorong-gorong, kita juga dianjurkan untuk membaca doa berikut ini:

 اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا ,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ 


Allāhumma hawālainā wa lā ‘alainā. Allāhumma ‘alal ākāmi wal jibāli, waz zhirābi, wa buthūnil awdiyati, wa manābitis syajari. 
Artinya, “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami (memberkahi), bukan di atas kami (memudharatkan). Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuh pohon.” 
Doa ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam Kitab Al-Wabilus Shayyib minal Kalimit Thayyib, (Kairo, Darud Diyan lit Turats: 1987 M/1408 H), halaman 176. 
Doa ini dibaca oleh Rasulullah saat khutbah Jumat berlangsung ketika seorang sahabat datang melapor bahwa hujan deras yang selama sekira enam hari berlangsung membuat masyarakat kehilangan harta benda dan merusak fasilitas jalan. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)


15 Januari 2020

Doa Rasulullah untuk Hasan dan Husein dari Bahaya Ular

Ular termasuk hewan melata yang berbahaya bagi manusia. Ular dapat menyengat dengan bisanya dan melilit manusia, tanpa kecuali anak-anak. Selain ikhtiar lahiriah, kita dianjurkan berdoa untuk melindungi anak-anak dari kemungkinan bahaya ular. Berikut ini doa yang dapat dibaca diri sendiri untuk berlindung dari bahaya ular.   
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ 
A‘ūdzu bi kalimātillāhit tāmāti min kulli syaithānin wa hāmmatin wa min kulli ‘aynin lāmmah.
 Artinya, “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala setan, hewan melata, dan segala penyakit ain yang ditimbulkan mata jahat.” Adapun berikut ini adalah lafal doa yang dibaca oleh Rasulullah untuk melindungi kedua cucunya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari.  

 أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ 
U‘īdzukuma bi kalimātillāhit tāmāti min kulli syaithānin wa hāmmatin wa min kulli ‘aynin lāmmah. Artinya, “Aku melindungi kalian berdua dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala setan, hewan melata, dan segala penyakit ain yang ditimbulkan mata jahat.

 عن ابن عباس رضي الله عنهما قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يعوذ الحسن والحسين ويقول إن أباكما كان يعوذ بها إسماعيل وإسحاق أعيذكما بكلمات الله التامة من كل شيطان وهامة ومن كل عين لامة

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, ia bercerita bahwa Nabi Muhammad SAW mendoakan perlindungan Hasan dan Husein. Rasul bersabda, ‘Sungguh, bapak kalian Ibrahim melindungi Ismail dan Ishak dengan dengan kalimat ini, ‘U‘īdzukuma bi kalimātillāhit tāmāti min kulli syaithānin wa hāmmatin wa min kulli ‘aynin lāmmah.’’” Doa ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Al-Wabilus Shayyib minal Kalimit Thayyib, (Kairo, Darud Diyan lit Turats: 1987 M/1408 H), halaman 168. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/114803/doa-rasulullah-untuk-hasan-dan-husein-dari-bahaya-ular

14 Januari 2020

Penjelasan Nabi Muhammad tentang Dajjal


“Kiamat tidaklah terjadi sehingga kalian melihat sepuluh tanda-tanda sebelumnya.’ Rasulullah menyebut kabut, Dajjal, binatang (ad-dābbah), terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam AS, Ya'juj dan Ma'juj, tiga gerhana; gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab dan yang terakhir adalah api muncul dari Yaman menggiring manusia menuju tempat perkumpulan mereka,” kata Nabi Muhammad dalam satu hadits riwayat Hudzaifah bin Asid al-Ghifari. 
Dajjal merupakan salah satu tanda dari beberapa tanda kiamat kubra (hari akhir). Ia merupakan perkara ‘ghaib’ atau sam’iyyat. Umat Muslim—Ahlusunnah wal Jamaah- wajib mengimani kedatangan Dajjal di akhir zaman nanti. Caranya, umat Muslim harus meyakini sepenuhnya apa yang pernah disampaikan Nabi Muhammad mengenai Dajjal. 
Dalam satu hadits riwayat Abu Dawud misalnya, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa Dajjal—secara fisik- merupakan seorang laki-laki pendek, berambut keriting, matanya buta sebelah. Dia mengaku sebagai Tuhan sehingga membuat umat manusia ‘kebingungan’. Namun, Nabi menegaskan bahwa Tuhan tidak buta sebelah, sebagaimana Dajjal.  Suatu hari, Nabi Muhammad pernah menyampaikan pidato di hadapan para sahabatnya secara panjang mengenai Dajjal. 
Merujuk Hayatush Shahabah (Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, 2019), Nabi Muhammad mengawali pidatonya dengan mengatakan bahwa setiap nabi yang diutus Allah pasti mengingatkan kaumnya terhadap Dajjal, termasuk dirinya sebagai nabi terakhir.  
“Dajjal pasti akan muncul di tengah kalian,” tegas Nabi. 
Kata Nabi, dirinya akan menjadi pelindung bagi setiap Muslim manakala Dajjal muncul pada zamannya. Namun, jika Dajjal datang setelah Nabi wafat maka setiap Muslim menjadi pelindung atas dirinya sendiri. Dan Allah akan menggantikan Nabi untuk melindungu umatnya. 
Nabi kemudian menjelaskan perihal wilayah kemunculan Dajjal. Disebutkan bahwa Dajjal akan datang dari suatu wilayah yang sepi antara Syam (Suriah, kini) dan Irak. Lalu dia membuat keonaran dimana-mana, di seluruh penjuru dunia.  
“Dajjal akan mulai muncul dan berkata, ‘Aku adalah nabi’, padahal tidak ada lagi nabi sesudahku. Lalu ia mengulanginya, sampai akhir berkata, ‘Aku adalah Tuhanmu’, padahal kalian tidak melihat Tuhan kalian sebelum mati,” jelas Nabi Muhammad. 
Selain ciri-ciri fisik di atas, Nabi juga mengungkapkan bahwa ciri Dajjal lainnya adalah ada kata ‘kafir’ di antara kedua bola matanya. Semua orang yang beriman bisa membaca kata di jidat Dajjal tersebut. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan umatnya yang menjumpai Dajjal agar meludahi wajahnya dan membacakan awal-awal Surat Al-Kahfi.  
Dajjal dijelaskan Nabi Muhammad sebagai ‘seorang yang sakti.’ Dia akan menguasai umat manusia. Ia bisa menghidupkan manusia setelah membunuhnya. Tapi, Nabi menegaskan bahwa Dajjal tidak bisa melakukan lebih dari pada itu. Juga tidak bisa menguasai manusia lainnya.  
“Cobaan Dajjal antara lain ia membawa surga dan neraka. Neraka Dajjal adalah surga, sedangkan surga Dajjal adalah neraka. Barangsiapa diuji dengan neraka Dajjal, hendaklah ia memejamkan mata dan meminta pertolongan kepada Allah, niscaya neraka itu menjadi dingin dan menyelamatkan, sebagaimana api menjadi dingin dan menyelamatkan Ibrahim As,” papar Nabi Muhammad. 
Nanti, Dajjal akan melewati sebuah desa dimana penduduknya mengimani dan mempercayainya. Dajjal kemudian berdoa untuk kesejahteraan mereka. Maka hujanpun turun, bumi menjadi subur, binatang mereka menjadi sangat gemuk, penuh dengan daging, dan deras air susunya. Kondisi berbeda dialami penduduk desa yang mengingkari dan tidak mengimani Dajjal. Dajjal mengutuknya hingga tidak ada satu pun binatang mereka yang hidup. 
“Hari-hari Dajjal adalah empat puluh hari. Satu hari seperti satu tahun, satu hari lagi seperti sebulan, satu hari lagi seperti sepekan, sedangkan hari-hari berikutnya adalah seperti hari-hari biasa, sedangkan hari terakhir adalah hari seperti fatamorgana. Pagi hari, seseorang berada di pintu Madinah dan sebelum di pintu yang lain, sore hari telah tiba,” kata Nabi Muhammad. Demikian lah penjelasan Nabi Muhammad mengenai Dajjal. Selain menyampaikan ciri-ciri, wilayah kemunculannya, dan cobaan yang dibawa Dajjal, Nabi Muhammad juga mengingatkan agar umat Muslim tetap memegang teguh keimanan dan keislamannya. Tidak mengikuti, apalagi meyakini apa yang disampaikan Dajjal. Karena sesungguhnya surganya Dajjal adalah nerakanya Allah dan nerakanya Dajjal adalah surganya Allah. 

 Penulis: Muchlishon Editor: Fathoni Ahmad


13 Januari 2020

nabi ilyas as

 NABI ILYAS AS

Nabi Ilyas diutus kepada penduduk Baalbek, sebelah barat Kota Damaskus (Libanon Timur sekarang). Dia mengajak kaumnya beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap patung yang mereka namakan Ba`la. Hal inilah yang mengakibatkan mereka menganiayanya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Ilyas adalah paman Nabi Ilyasak.
namun betapapun gigihnya Nabi Ilyas berdakwah, kaumnya tidak mau mendengarkannya. Maka Allah menghukum mereka dengan azab didunia dan akhirat.
Selepas kematian Nabi Sulaiman A.S., kerajaan telah mengalami perpecahan. Pengaruh syaitan telah berleluasa. Manusia yang beragama diejek-ejek. Undang-undang Somaria telah membunuh kebanyakan golongan yang mengetahui dan mengikuti akidah yang sebenar. Pengaruh kejahatan menjadi semakin buruk dan Allah telah menghantar Nabi Ilyas A.S. untuk memulihkan manusia pada zaman pemerintahan Raja Ahab dari Israil. Baginda berusaha berusaha bersungguh-sungguh untuk menyelamatkan manusia daripada mempercayai banyak tuhan dan melarang mereka menyembah Tyrian Bal.


Baginda juga menasihati manusia untuk menyembah Allah dan mengelakkan diri daripada melakukan kejahatan. Apabila usahanya tidak dihiraukan dan tidak membuahkan hasil, baginda tiba-tiba muncul sebeum raja dan tukang tiliknya memberitahu yang arus deras dan kebuluran akan melanda negeri tersebut. Baginda juga memberitahu yang Tyrian Bal tidak mempunyai kuasa untuk menahan bencana tersebut. Para penduduk tidak mengendahkan amarannya dan tidak mengubah kepercayaan mereka. Kenabian Nabi Ilyas akhirnya terbukti benar dan seluruh negeri dilanda banjir besar dan rakyat mengalami kebuluran. Selepas dua tahun, Nabi Ilyas memohon Allah mengurniakan belas kasihan dan keampunan-Nya kepada penduduk yang kebuluran itu. Mereka telah mengakui kekuasaan Allah dan berasa sangat menyesal.



Sejurus selepas arus deras berhenti dan Allah telah menarik balik sumpahannya, Allah telah menyuruhnya memanggil al-Yas'a menggantikannya. Baginda melaksanakan perintah Allah dengan penuh ketaatan dan hilang secara misteri. Terdapat satu petikan dalam ayat al-Quran yang bermaksud:



" Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik" (Shaad, 28: 48) .

08 Januari 2020

Rahasia di Balik Lahirnya Rasulullah di Makkah


Dalam agama Islam ada namanya Jabal Rahmah, sebuah tugu batu, kemudian di India ada yang dikenal dengan sebutan Lingga Yoni. Ada air yang bernama Zamzam, ada air yang bernama Gangga, ada perjalanan suci dengan kain slempang, di sini ada yang berwarna putih, di sana yang berwarna kuning. Selesai perjalanan suci, ada urusan yang sama terkait dengan urusan rambut, yang di sini tahallul, yang di sana digundul. Selesai perjalanan suci itu ada darah yang di sini ada kurban, di sana ada Gadri. Yang ketika meninggalkan sujud meninggalkan tanda yang di sini dua, di sana delapan. Ini butuh kajian yang sangat mendalam bahwa agama merupakan awal yang dinamakan Milata Ibrahim. KH Ahmad Muwafiq dalam Islam Rahmatan Lil 'Alamin (2019) menjelaskan, dari proses tersebut kemudian guidance bergeser karena Nabi Ibrahim meninggal. Diteruskan olah dua putranya, yang satu bernama Ismail yang satu bernama Ishaq. Dan guidance tersebut berubah ketika Ishaq mempunyai anak bernama Yaqub atau Israil yang itu mempunyai 12 anak yang dinamakan Bani Israil. Dan Bani Israil mampu membangun guidance baru karena dikasih Kitab Injil dan dikasih Kitab Taurat. Yang dikasih Kitab Taurat hingga saat ini masih menjadi bagian besar dari umat manusia di dunia dengan agama besarnya yaitu Yahudi. Yang dikasih Kitab Injil masih menjadi umat besar di muka bumi ini yang disebut Nasrani. Punya Pusat kota besar namanya vatikan. Yang di sini mempunyai pengikut bernama Romo. Guidance ini bergeser, akan tetapi Allah menunjukkan bahwa ini harus dikembalikan pada guidance awal, pada jalur awal. Maka kemudian dilahirkanlah Rasulullah Muhammad SAW di Kota Makkah. Makkah adalah kunci di mana manusia harus dikembalikan ke jalan Allah. Itulah kemudian mengapa Rasulullah lahir di Kota Makkah untuk mengembalikan simbol kenabian dari awal sampai akhir sebagai wujud Khatamul Anbiya’ wal Mursalin. Ketika terjadi sengketa dengan agama-agama sebelumnya, kemudian Allah mengutus Rasulullah sebagai guidance kenabian, maka kemudian diangkatlah Rasulullah ke langit. Rasulullah ditunjukkan jejak para pendahulunya. Pemahaman lahirnya Rasulullah di Makkah akhirnya menjadi kunci. Kunci apa? Kunci bagi kita semua bahwa kita bukan orang Makkah. Kita orang Indonesia. Rasul di Makkah, Rasul ini lahir di Arab, maka pelajaran pertama yaitu mengembalikan orang Makkah untuk kembali ke jalan Allah. Dan Rasul tidak ke mana-mana, Rasul menyebarkan Islam hanya sampai di Madinah. Setelah dalam waktu 22 tahun Rasulullah meninggal. Nah memahami Rasulullah yang lahir di Makkah adalah menjadi tonggak. Lantas bagaimana bisa Rasul yang ada di Makkah bisa sampai ke Indonesia, ajarannya, dan 90 persen orang Indonesia mengikuti Rasulullah SAW. Ini pasti bukan sesuatu yang muda dalam bahasa Al-Qur’an ada Shiratal Mustaqim kemudian ada Shiratalladzina ‘an ‘amta ‘alaihim. Kemudian inilah yang menjadikan ada peringatan Maulid yang menjadi refleksi dasar antara Makkah dan Madinah dan antara sejarah yang sangat panjang dan itu bukan datang tiba-tiba. Rasulullah mengajarkan di sana gaya orang-orang yang ada di sana. Rasulullah sangat terkenal ketika mengajarkan Islam, Rasul bukan orang yang keras, Rasul juga bukan orang yang membabi buta. Rasulullah dijelaskan anittum harisun alaikum bil mu’minina raufurrahim. Rasul ingin sekali umatnya kembali ke jalan Allah. Sebab itu ia mengajarkan manusia dengan cara yang berbeda-beda dan sederhana. Ada yang pinter kelasnya Sayyidina Ali diajarkan dengan standar orang pintar, dan lain sebagainya. Penulis: Fathoni Ahmad Editor: Muchlishon



LATIHAN PAT KELAS 10 IPA 1 2 3 4

  Pilihlah jawaban yang benar ! 1.          Allah S WT telah mewajibkan menuntut ilmu bagi setiap muslim, diantara dalil perintah ...