Nafisah binti Munyah adalah sahabat Sayyidah Khadijah.
Dia memiliki peran penting dalam terwujudnya pernikahan Nabi Muhammad dengan
sahabatnya itu. Semula Sayyidah Khadijah curhat kepada Nafisah perihal
perasaannya terhadap Nabi Muhammad. Mulanya, Sayyidah Khadijah minder dan ragu
apakah Nabi Muhammad mau menerimanya, mengingat perbedaan status dan umurnya
yang sangat mencolok.
Tapi, Nafisah berhasil meyakinkan Sayyidah Khadijah
bahwa dia adalah orang yang pantas bagi Nabi Muhammad. Selain memiliki nasab
yang agung, Sayyidah Khadijah adalah seorang saudagar yang sukses dan perempuan
yang dihormati di Makkah.
Nafisah kemudian menyusun sebuah rencana. Ia
menemui Nabi Muhammad dan menceritakan semuanya tentang perasaan Khadijah. Iya,
dia lah ‘mak comblang’ yang menyambungkan perasaan Sayyidah Khadijah kepada
Nabi Muhammad.
"Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang
membawa berita tentang seorang perempuan agung, suci, dan mulia. Pokoknya ia
sempurna, sangat cocok denganmu. Kalau kau mau, aku bisa menyebut namamu di
sisinya," kata Nafisah kepada Muhammad, dikutip dari Bilik-bilik Cinta Muhammad
(Nizar Abazhah, 2018).
Nafisah
adalah orang yang cerdik. Setelah menyampaikan ‘lamaran’ Sayyidah Khadijah, ia
tidak meminta Nabi Muhammad untuk menjawab secara langsung pada saat itu juga.
Nabi Muhammad diberi waktu untuk memikirkan dan merenungkannya. Apa yang
dilakukan Nafisah ini menjadi pintu dari perjalanan cinta Nabi Muhammad dan
Sayyidah Khadijah.
Singkat cerita, baik Nabi Muhammad maupun Sayyidah
Khadijah kemudian berdiskusi dengan keluarga besarnya masing-masing untuk
menindak lanjuti apa yang disampaikan Nafisah tersebut. Setelah melalui
pertimbangan yang matang, akhirnya kedua keluarga besar sepakat untuk
menikahkan anak-anaknya.
Nabi Muhamamad diantar oleh pamannya—Abu Thalib dan
Hamzah—berangkat ke rumah Sayyidah Khadijah. Mereka disambut oleh paman
Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad. Abu Thalib yang ditunjuk sebagai juru bicara
Nabi Muhammad langsung menyampaikan khutbah tentang maksud dan tujuan
kedatangan mereka ke kediaman Sayyidah Khadijah.
Merujuk buku
Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih
(M Quraish Shihab, 2018), berikut khutbah lengkap Abu Thalib saat meminang
Sayyidah Khadijah untuk keponakannya;
"Segala
puji bagi Allah yang telah menjadikan kita anak keturunan Ibrahim, hasil
tumbuhan Isma’il, dan berasal usul dari Ma’d, serta unsur kejadian dari Mudhar.
(Segala puji bagi-Nya) yang menjadikan kami pemelihara rumah-Nya, pengelola
tanah suci-Nya, dan menganugerahi kita rumah (Kakbah) yang dikunjungi, wilayah
yang aman, dan menjadikan kita penguasa-penguasa atas manusia," kata Abu
Thalib.
"Selanjutnya, anak saudaraku ini, Muhammad,
adalah dia yang tidak diukur seorang pemuda pun dari Quraisy, kecuaali dia
mengunggulinya dalam kemuliaan, keluhuran, keutamaan, dan akal. Kedati dalam
hal harta dia memiliki sedikit, tetapi harta adalah bayangan yang hilang dan
pinjaman yang harus dikembalikan. Muhammad dalah siapa yang hadirin telah kenal
keluarganya. Dia melamar Khadijah putri Khuwailid, dan bersedia memberi mahar
dari harta milikku yang jumlahnya secara tunda sekian dan kontan sekian. Di
samping itu, dia, demi Allah, sungguh bakal menjadi berita penting dan
peristiwa agung," tambahnya.
Khutbah lamaran yang disampaikan Abu Thalib tersebut
dibalas oleh Amr bin Asd dengan sebuah ‘perumpamaan’. Kata Amr, "Ini adalah
unta jantan yang tidak dipotong atau ditandai hidungnya." Dalam masyarakat
Arab, unta berketuruna baik maka hidungya tidak dilukai. Unta tersebut juga
diberi kebebasan mendekati unta betina manapun untuk melanjutkan keturunannya.
Sementara unta yang berasal dari keturunan yang tidak
terpuji akan ditandai hidungnya. Ia dijauhkan dari unta betina agar tidak
melahirkan keturunan yang buruk. Riwayat lain menyebutkan bahwa Waraqah bin
Naufal lah yang menyambut khutbah Abu Thalib tersebut.
kata Waraqah:
"Segala puji bagi Allah yang menjadikan kita sebagaimana yang Anda
sebut-sebut. Kita adalah pemuka-pemuka masyarakat Arab dan
pemimpin-pemimpinnya, saudara-saudara wajar untuk kemuliaan itu, keluarga besar
pun tidak mengingkarinya keutamaan saudara-saudara, tidak juga seorang pun bisa
menampik kebanggaan dan kemuliaan saudara-saudara."
"Kami senang menjalin hubungan dengan
saudara-saudara dan menghubungkan (diri) dengan kemuliaan saudara-saudara, maka
bersaksilah atasku wahai masyarakat Quraisy bahwa sesungguhnya aku telah
menikahkan Khadijah binti Khuwailid dengan Muhammad putra Abdullah dengan emas
kawin 400 dinar," kata Waraqah bin Naufah.
Setelah
mendengar perkataan Waraqah, Abu Thalib mengatakan bahwa dirinya senang bila
paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad, juga ikut berkhutbah untuk menikahkan
Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah.
"Bersaksilah atasku, bahwa aku telah menikahkan
Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid," kata Amr bin Asad
yang disaksikan para pemuka Quraisy. Dengan demikian, maka Nabi Muhammad dan
Sayyidah Khadijah resmi menjadi suami-istri.
Penulis:
Muchlishon Rochmat Editor: Kendi Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar